Selamat sore rekan-rekan dan sahabat aynews69.blogspot.com semoga dibulan puasa ini mendapat banyak rezeky yang diberikan Allah SWT,,,Aamiin..!
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengusulkan kepada pemerintah agar memangkas tunjangan hari raya (THR) yang diterima para pejabat negara untuk diberikan kepada guru honorer. Ini hanya sebagai bentuk apresiasi pemerintah kepada mereka sekali dalam setahun.
"Di Malaysia, Perdana Menteri Mahathir Mohamad memotong gaji menteri untuk membayar utang negara. Bagaimana kalau kita minta gaji pejabat di pusat, apakah itu menteri, eselon 1 ataupun 2, dipotong langsung oleh pemerintah pusat lalu didistribusikan ke guru honorer sebagai THR mereka," kata Wasekjen FSGI Satriwan Salim, kepada Republika.co.id, Jumat (25/5).
Satriwan melanjutkan atau bila tidak ingin gajinya dipangkas, maka perlu dipertimbangkan untuk memangkas sebagian THR yang diterima pejabat negara untuk kemudian disalurkan kepada guru-guru honorer. Menurutnya, cara ini sebagai ikhtiar kolektif khususnya dari pemerintah pusat.
"Kalau kita lihat perimbangannya di PP yang baru itu (PP 19/2018), itu kan ada banyak eselon 1, 2, 3, itu kan belasan juta bahkan puluhan juta. Bagaimana nasib teman-teman kita yang jumlahnya ratusan ribu orang ini," ujarnya.
Saat ini, Satriawan menuturkan, dari catatan FSGI, ada sekitar 700 ribu guru honorer yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka dibayar jauh di bawah kelayakan. Ada yang Rp 300 ribu per bulan, dan bahkan ada guru honorer di Nusa Tenggara Barat yang dibayar Rp 50 ribu per bulannya.
Satriawan menjelaskan, FSGI juga meminta agar Pemerintah Daerah juga turut beinisiatif menyalurkan anggarannya untuk memberikan THR kepada guru honorer. "Bisa tidak pemerintah daerah berinisiatif memberikan THR kepada guru honorer ini," jelasnya.
Satriwan mengingatkan, guru honorer ataupun guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada hakekatnya menjalankan fungsi yang sama, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Keduanya sama-sama menjalankan fungsi pengajaran kepada anak didiknya di bangku sekolah.
Karena itu juga, Satriwan mengungkapkan, seharusnya apresiasi yang diberikan Pemerintah diberikan secara sama. Kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah pun jangan sampai mendiskriminasi keberadaan kalangan guru honorer dan lebih memperhatikan guru PNS.
"Perhatian Pemerintah harus ke seluruh guru, perhatiannya jangan hanya ke guru PNS. Karena semuanya sudah berjuang untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa. Jadi jangan diskriminatif. Jangan mengabaikan nasib guru honorer kalau memang kalkulasinya politis," ucapnya.
Pemerintah bakal menaikkan anggaran THR dan gaji ke-13 bagi PNS, Polri dan TNI hingga 69 persen. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur mengatakan, anggaran THR dan gaji ke-13 PNS ini diberikan karena pemerintah menilai kinerja aparatur sipil negara (ASN) makin baik.
Asman menganggap kenaikan THR dan gaji ke-13 tersebut sebagai hadiah dari pemerintah. "Karena hasil LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) itu naik signifikan luar biasa. Berarti sekarang program dan kegiatan sudah nyambung. Jadi manfaat dari sebuah anggaran sudah bisa dirasakan sekarang," kata dia.
Terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal mempertanyakan, jika Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 bagi ASN itu mengalami kenaikan, maka bagaimana dengan nasib tenaga honorer. Menurutnya, langkah menaikkan tersebut bisa menciptakan ironi di tengah masyarakat.
"Yang paling ironi saat tenaga-tenaga honorer yang kiprahnya terbukti di masyarakat puluhan tahun itu (upahnya) bantuannya belum cair beberapa ratus ribu, atau dirapel, belum cair. Itu kan ironi," ujar dia.
Karena itu, Mustafa mengatakan, kebijakan menaikkan anggaran THR dan gaji ke-13 itu bisa disalahpahami oleh tenaga honorer di institusi pemerintahan. Sebab mereka tentu tidak merasakan dampak kenaikan tersebut. "Tenaga honorer kan jelas tidak dapat. Tidak hanya tidak dapat, tapi juga soal status mereka sampai hari ini dan gajinya yang tertunda atau belum cair," ungkap dia.
Dalam kondisi demikian, menurut Mustafa, akan muncul kesenjangan antara masyarakat pada umumnya dengan ASN. "Ini juga akan jadi polemik. Kalau motifnya politik, bisa jadi bumerang. Jadi diperkirakan ASN akan memberi daya dukung politik tapi justru akan ada tanggapan yang berbeda," katanya.
Sumber: http://nasional.republika.co.id
إرسال تعليق